Guru bukan robot adalah tagar yang sejak beberapa hari lalu menghiasi laman facebook. Sejak Full Day School (FDS) menjadi wacana dan sampai dikeluarkannya Peraturan Menteri tentang Hari Sekolah, muncul berbagai tanggapan dan komentar baik yang pro maupun kontra. Berikut 15 alasan menfapa FDS ditentang.
Setelah menyimak beragam informasi, baik komentar, media, dan pendapat para ahli, dapat saya simpulkan 15 alasan program Full Day School (FDS) ditentang banyak pihak, yakni:
- FDS tidak didukung dengan pemberian bantuan yang cukup kepada sekolah, seperti penyediaan sarana olahraga, kesenian, keagamaan dan lain-lain.
- Guru tidak mungkin menunggui para siswanya karena memang tidak menguasai kegiatan di luar ilmunya, seperti mengaji, seni, olahraga dan lain-lain.
- Sekolah tidak memiliki uang untuk menyediakan makan siang bagi para siswa, guru, dan pelatih karena dana BOS tidak boleh digunakan untuk kegiatan itu.
- Uang saku para siswa SD dan SMP sangat terbatas, yakni berkisar 5000 - 10.000/ hari sehingga mereka akan kelaparan jika mesti pulang jam 4 sore.
- Demografi anak-anak berasal dari perdesaan dan pedalaman sehingga orang tuanya akan kesulitan menjemput anak-anaknya.
- Geografi anak-anak melintasi kawasan berbahaya yang bisa mengancam keselamatan, seperti kawasan hutan, sungai, daerah merah dan lain-lain.
- Orang tua tidak bisa lagi melatih anak-anaknya bekerja, seperti jaga adiknya di rumah, jaga toko orang tuanya, membantu ke sawah dan lain-lain yang sebenarnya itu sangat berguna untuk membentuk jiwa mandiri.
- Hak sosialisasi anak-anak dengan teman bermain sekampungnya hilang karena anak-anak berada di sekolah seharian.
- Anak-anak tak lagi bisa mengikuti TPA, kursus, sekolah musik, sekolah sepak bola, bela diri dan lain-lain karena sudah kelelahan akibat seharian di sekolah.
- Masjid, surau, madrasah, dan budaya kearifan lokal menjadi sepi, bahkan bisa mati, karena anak-anak sudah kelelahan setelah seharian di sekolah.
- Anak-anak guru yang masih balita menjadi tak terurus akibat orang tuanya pulang sore hari, bahkan petang.
- FDS diduga melanggar UUGD karena mewajibkan guru berada di sekolah hingga 67,5 jam pelajaran di sekolah, sedangkan ketentuannya maksimal 40 jam pelajaran.
- Guru bukan karyawan pabrik dan bukan pula robot, melainkan profesi yang berhadapan dengan pembentukan karakter anak-anak sebagai calon pemimpin sehingga memerlukan ilmu pedagogik.
- Guru honorer tidak dapat mencari tambahan penghasilan karena seharian berada di sekolah tanpa tambahan honor.
- Kemampuan setiap sekolah dan guru berbeda-beda sehingga FDS mestinya tidak diberlakukan ke semua sekolah.
FDS memang berhasil baik diterapkan di beberapa sekolah swasta karena sekolah swasta boleh menarik iuran dari orang tua siswa. Jika menarik iuran dari orang tua siswa, sekolah negeri bisa dipidana.
FDS berhasil diterapkan di SMA dan SMK karena para siswanya sudah besar dan bisa menjaga diri.
FDS berhasil diterapkan di negara maju karena sarana dan prasarananya sangat memadai, serta didukung oleh transportasi dan keamanan yang sangat baik. Selain itu, jumlah siswa di setiap kelas pun relatif sedikit.
Guru tidak menentang program FDS, tetapi justru berusaha memberikan gambaran potensi kegagalan di depan mata.
Jika memang FDS tetap akan diterapkan di semua SD dan SMP seluruh Indonesia, sebaiknya kita sediakan kendaraan yang baik sebelum menyuruh sopir untuk menjalankan mobilnya.
#GuruBukanRobot